Selasa, 22 Maret 2011

ETIKA PROMOSI KESEHATAN

Pembangunan kesehatan merupakan bagian integral dari pembangunan nasional. Dalam konstitusi Organisasi Kesehatan Dunia tahun 1948 disepakati antara lain bahwa diperolehnya derajat kesehatan yang setinggi-tingginya adalah hak yang fundamental bagi setiap orang tanpa membedakan ras, agama, politik yang dianut dan tingkat sosial ekonominya. Program pembangunan kesehatan yang dilaksanakan telah berhasil meningkatkan derajat kesehatan masyarakat secara cukup bermakna, walaupun masih dijumpai berbagai masalah dan hambatan yang akan mempengaruhi pelaksanaan pembangunan kesehatan. Oleh karena itu diperlukan adanya reformasi di bidang kesehatan untuk mengatasi ketimpangan hasil pembangunan kesehatan antar daerah dan antar golongan, derajat kesehatan yang masih tertinggal dibandingkan dengan negara-negara tetangga dan kurangnya kemandirian dalam pembangunan kesehatan. Reformasi di bidang kesehatan perlu dilakukan mengingat lima fenomena yang berpengaruh terhadap pembangunan kesehatan. Pertama, perubahan pada dinamika kependudukan. Kedua, Temuan-temuan ilmu dan teknologi kedokteran. Ketiga, Tantangan global sebagai akibat dari kebijakan perdagangan bebas, revolusi informasi, telekomunikasi dan transportasi. Keempat, Perubahan lingkungan .Kelima, Demokratisasi.
Perubahan pemahaman konsep akan sehat dan sakit serta semakin maju IPTEK dengan informasi tentang determinan penyebab penyakit telah menggugurkan paradigma pembangunan kesehatan yang lama yang mengutamakan pelayanan kesehatan yang bersifat kuratif dan rehabilitatif. Paradigma pembangunan kesehatan yang baru yaitu Paradigma Sehat merupakan upaya untuk lebih meningkatkan kesehatan masyarakat yang bersifat proaktif. Paradigma sehat sebagai model pembangunan kesehatan yang dalam jangka panjang diharapkan mampu mendorong masyarakat untuk mandiri dalam menjaga kesehatan melalui kesadaran yang lebih tinggi pada pentingnya pelayanan kesehatan yang bersifat promotif dan preventif.
Dalam Indonesia Sehat 2010, lingkungan yang diharapkan adalah yang kondusif bagi terwujudnya keadaan sehat yaitu lingkungan yang bebas dari polusi, tersedianya air bersih, sanitasi lingkungan yang memadai, pemukiman yang sehat, perencanaan kawasan yang berwawasan kesehatan serta terwujudnya kehidupan masyarakat yang saling tolong menolong. Perilaku masyarakat Indonesia Sehat 2010 yang diharapkan adalah yang bersifat proaktif untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, mencegah risiko terjadinya penyakit, melindungi diri dari ancaman penyakit serta berpartisipasi aktif dalam gerakan kesehatan masyarakat.

A. MENETAPKAN SASARAN
1. Sasaran primer
Masyarakat pada umumnya menjadi sasaran langsung segala upaya pendidikan atau promosi kesehatan. Sesuai dengan permasalahan kesehatan, maka sasaran ini dapat dikelompokkan menjadi kepala keluarga untuk masalah kesehatan umum, ibu hamil dan menyusui untuk masalah KIA (kesehatan ibu dan anak), anak sekolah untuk kesehatan remaja, dan sebagainya. Upaya promosi yang dilakukan terhadap sasaran primer ini sejalan dengan strategi pemberdayaan masyarakat (empow-erment).
2. Sasaran sekunder
Para tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, dan sebagainya. Disebut sasaran sekunder karena dengan memberikan pendidikan kesehatan pada kelompok ini diharapkan untuk selanjutnya kelompok ini akan memberikan pendidikan kesehatan pada masyarakat disekitarnya. Disamping itu dengan perilaku sehat para tokoh masyarakat sebagai hasil pendidikan kesehatan yang diterima, maka para tokoh masyarakat ini akan memberikan contoh atau acuan perilaku sehat bagi masyarakat sekitarnya. Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran sekunder ini adalah sejalan dengan strategi dukungan sosial (social support).
3. Sasaran tersier
Para pembuat keputusan atau penentuan kebijakan baik ditingkat pusat, maupun daerah adalah sasaran tersier pendidikan kesehatan dengan kebijakan – kebijakan atau keputusan yang dikeluarkan oleh kelompok ini akan mempunyai dampak terhadap perilaku para tokoh masyarakat (sasaran sekunder), dan juga kepada masyarakat umum (sasaran primer). Upaya promosi kesehatan yang ditujukan kepada sasaran tersier ini sejalan dengan strategi advokasi.

B. MENETAPKAN TUJUAN
Tujuan pembangunan kesehatan adalah meningkatkan kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujudnya derajat kesehatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa dan negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya yang hidp dengan perilaku dan dalam lingkungan sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan yang optimal di seluruh wilayah Indonesia.

C. MENETAPKAN PESAN POKOK
Program-program pembangunan kesehatan dikelompokkan dalam pokok-pokok program yang pelaksanaannya dilakukan secara terpadu dengan pembangunan sektor lain yang memerlukan dukungan dan peran serta masyarakat. Disusun 7 Program pembangunan kesehatan yaitu (DepKes RI, 1999) :
1. Program perilaku dan pemberdayaan masyarakat
2. Program lingkungan sehat
3. Program upaya kesehatan
4. Program pengembangan sumber daya kesehatan
5. Program pengawasan obat, makanan dan obat berbahaya
6. Program kebijakan dan manajemen pembangunan kesehatan
7. Program pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi kesehatan
Untuk meningkatkan percepatan perbaikan derajat kesehatan masyarakat yang dinilai penting untuk mendukung keberhasilan program pembangunan nasional ditetapkan 10 pogram unggulan kesehatan(DepKes RI, 1999) :
1. Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hukum kesehatan
2. Program perbaikan gizi
3. Program pencegahan penyakit menular termasuk imunisasi
4. Program peningkatan perilaku hidup sehat dan kesehatan mental
5. Program lingkungan pemukiman, air dan sehat
6. Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
7. Program keselamatan dan kesehatan kerja
8. Program anti tembakau, alkohol dan madat
9. Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan dan minuman
10. Program pencegahan kecelakaan, rudapaksa dan keselamatan lalu lintas

D. MENETAPKAN METODE DAN SALURAN KOMUNIKASI
Merancang program komunikasi, pada tahap ini telah dapat menentukan perubahan perilaku dan menempatkan pesan dengan tepat dengan memadukan semua informasi yang telah dikumpulkan, selanjutnya dikomunikasikan dengan dukungan seperti audio visual (video, film), oral (radio), cetak (poster, leaflet), visual (flip charts).

E. MENETAPKAN KEGIATAN OPERASIONAL
Untuk mencapai taraf kesehatan bagi semua, maka yang terpenting adalah menetapkan kegiatan operasional yang harus tercakup dalam pelayanan kesehatan dasar:
1. Pendidikan tentang masalah kesehatan umum, cara pencegahan dan pemberantasannya
2. Peningkatan persediaan pangan dan kecukupan gizi
3. Penyediaan air minum dan sanitasi dasar
4. Pelayanan kesehatan ibu dan anak termasuk keluarga berencana
5. Imunisasi
6. Pengobatan dan pengadaan obat
7. Oleh karena pelayanan kesehatan dasar merupakan kunci untuk mencapai derajat kesehatan yang layak bagi semua, maka perencanaan, pengorganisasian dan penyelenggaraan yang efisien mutlak diperlukan disamping harus berdasarkan : Perikemanusiaan, Kesehatan sebagai hak asasi, Pemberdayaan dan kemandirian masyarakat
8. Pengutamaan upaya kesehatan promotif dan upaya kesehatan preventif
9. Pelayanan kesehatan perorangan yang sesuai kebutuhan
10. Dukungan sumber daya kesehatan
11. Misi Pembangunan Kesehatan
12. Dalam mewujudkan Visi Indonesia Sehat 2010, telah ditetapkan misi pembangunan kesehatan (DepKes RI, 1999)
13. Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan
14. Untuk dapat terwujudnya Indonesia Sehat 2010, para penanggung jawab program pembangunan harus memasukkan pertimbangan-pertimbangan kesehatan dalam semua kebijakan pembangunannya. Oleh karena itu seluruh elemen dari Sistem Kesehatan Nasional harus berperan sebagai penggerak utama pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
15. Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
16. Perilaku sehat dan kemampuan masyarakat untuk memilih dan mendapatkan pelayanan kesehatan yang bermutu sangat menentukan keberhasilan pembangunan kesehatan.
17. Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau
18. Salah satu tanggung jawab sektor kesehatan adalah menjamin tersedianya pelayanan kesehatan yang bermutu, merata dan terjangkau oleh masyarakat. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan tidak hanya berada ditangan pemerintah, melainkan mengikutsertakan masyarakat dan potensi swasta.
19. Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan masyarakat beserta lingkungannya
20. Untuk terselenggaranya tugas penyelenggaraan upaya kesehatan yang harus diutamakan adalah bersifat promotif dan preventif yang didukung oleh upaya kuratif dan rehabilitatif.
21. Strategi Pembangunan Kesehatan
22. Strategi pembangunan nasional harus berdasarkan pada kebijakan nasional, mencakup garis besar kegiatan dimana semua sektor yang terlibat untuk mewujudkan kebijaksanaan tersebut. Beberapa hal penting yang harus diterapkan adalah (DepKes RS, 1999): pembangunan berwawasan kesehatan
23. Setiap program pembangunan nasional yang diselenggarakan di Indonesia harus memberikan konstribusi positif terhadap kesehatan, yaitu terbentuknya lingkungan sehat dan pembentukan perilaku sehat.

F. MENETAPKAN PEMANTAUAN DAN EVALUASI
1. Memperkenalkan kepada masyarakat gagasan dan teknik perilaku Program promosi Hygiene Perilaku Hidup Bersih dan Sehat (PHBS), yang merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit diare melalui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat secara meluas. Program ini dimulai dari apa yang diketahui, diinginkan, dan dilakukan masyarakat. Perencanaan suatu program promosi hygiene untuk masyarakat dilakukan berdasarkan jawaban atau pertanyaan diatas atau bekerjasama dengan pihak yang terlibat, untuk itu diperlukan pesan-pesan sederhana, positif, menarik yang dirancang untuk dikomunikasikan lewat sarana lokal seperti poster, leaflet.
2. Mengidentifikasikan perubahan perilaku masyarakat, dalam tahap ini akan dilakukan identifikasi perilaku beresiko melalui pengamatan terstruktur. Sehingga dapat ditentukan cara pendekatan baru terhadap perbaikan hygiene sehingga diharapkan anak-anak terhindar dari lingkungan yang terkontaminasi.
3. Memotivasi perubahan perilaku masyarakat, langkah-langkah untuk memotivikasi orang untuk mengadopsi perilaku hygiene termasuk memilih beberapa perubaha perilaku yang diharapkan dapat diterapkan
4. Mencari tahu apa yang dirasakan oleh kelompok sasaran mengenai perilaku tersebut melalui diskusi terfokus, wawancara dan melalui uji coba perilaku
5. Membuat pesan yang tepat sehingga sasaran mau melakukan perubahan perilaku
6. Menciptakan sebuah pesan sederhana, positif, menarik berdasarkan apa yang disukai kelompok sasaran
Adapun langkah-langkah yang dapat dilakukan saat evaluasi promosi kesehatan adalah:
1. Menentukan apa yang akan dievaluasi
2. Mengembangka kerangka dan batasan
3. Merancang desain (metode)
4. Menyusun instrumen dan rencana pelaksanaan
5. Melakukan pengamatan, pengukuran dan analisis
6. Membuat kesimpulan dan pelaporan

G. HUBUNGAN DENGAN KLIEN
Tenaga kesehatan masyarakat berhubungan erat dengan klien/masyarakat. Hal ini ditunjukkan dengan pentingnya peran tenaga kesehatan masyarakat dalam merubah perilaku masyarakat menuju hidup bersih dan sehat.
Program promosi perilaku hidup bersih dan sehat yang biasa dikenal PHBS/Promosi Higiene merupakan pendekatan terencana untuk mencegah penyakit menular yang lain melaui pengadopsian perubahan perilaku oleh masyarakat luas. Program ini dimulai dengan apa yang diketahui, diinginkan dan dilakukan masyarakat setempat dan mengembangkan program berdasarkan informasi tersebut (Curtis V dkk, 1997; UNICEF, WHO. Bersih, Sehat dan Sejahtera).
Program promosi PHBS harus dilakukan secara profesional oleh individu dan kelompok yang mempunyai kemampuan dan komitmen terhadap kesehatan masyarakat serta memahami tentang lingkungan dan mampu melaksanakan komunikasi, edukasi dan menyampaikan informasi secara tepat dan benar yang sekarang disebut dengan promosi kesehatan. Tenaga kesehatan masyarakat diharapkan mampu mengambil bagian dalam promosi PHBS sehingga dapat melakukan perubahan perilaku masyarakat untuk hidup berdasarkan PHBS. Tenaga kesehatan masyarakat telah mempunyai bekal yang cukup untuk dikembangkan dan pada waktunya disumbangkan kepada masyarakat dimana mereka bekerja.

H. KEPEDULIAN DENGAN DETERMINAN SOSIAL DAN HUBUNGANNYA DENGAN KESEHATAN
Perilaku adalah resultan antar stimulus (faktor eksternal) dengan respons (faktor internal) dalam subjek atau orang yang berperilaku tersebut. Perilaku seseorang atau subjek dipengaruhi atau ditentukan oleh faktor – faktor baik dari dalam maupun dari luar subjek. Faktor yang menentukan atau membentuk perilaku ini disebut determinan. Dalam bidang perilaku kesehatan ada 3 teori yang sering menjadi acuan dalam penelitian – penelitian kesehatan yaitu :
1. Teori Lawrence Green
Ada 2 determinan masalah kesehatan tersebut yaitu Behavioral factor (faktor perilaku) dan Non Behavioral factor (faktor non perilaku). Dan faktor tersebut ditentukan oleh 3 faktor utama yaitu :
a. Faktor – faktor predisposisi, yaitu faktor – faktor yang mempermudah atau mempredisposisi terjadinya perilaku seseorang, antara lain pengetahuan, sikap, keyakinan, kepercayaan, nilai – nilai, tradisi dan sebagainya.
b. Faktor – faktor pemungkin, yaitu faktor – faktor yang memungkinkan atau yang memfasilitasi perilaku atau tindakan.
c. Faktor – faktor penguat, yaitu faktor- faktor yang mendorong atau memperkuat terjadinya perilaku.
2. Teori Snehandu B.Karr
Mengidentifikasi adanya 5 determinan perilaku, yaitu :
a. Adanya niat (intention) seseorang untuk bertindak sehubungan dengan objek atau stimulus diluar dirinya.
b. Adany dukungan dari masyarakat sekitar (social support)
c. Terjangkaunya informasi, yaitu tersedianya informasi – informasi terkait dengan tindakan yang akan di ambil oleh seseorang
d. Adanya otonomi atau kebebasan pribadi untuk mengambil keputusan
e. Adanya kondisi dan situasi yang memuingkinkan
3. Teori WHO
Ada 4 determinan yaitu :
a. Pemikiran dan perasaan yaitu merupakan modal awal untuk bertindak atau berperilaku
b. Adanya acuan atau referensi dari seseorang atau pribadi yang dipercayai
c. Sumber daya yang tersedia merupakan pendukung untuk terjadinya perilaku seseorang atau masyarakat
d. Sosio budaya merupakan faktor eksternal untuk terbentuknya perilaku seseorang.

I. PERTIMBANGAN-PERTIMBANGAN ETIS
Pertimbangan-pertimbangan etis yang perlu kita lakukan dan pikirkan yakni :
1. Promotor kesehatan tidak akan secara sengaja menunda pelayanan atau informasi, dilihat dari status pengetahuan sekarang yang dapat memberikan manfaat kepada klien, mereka berusaha mengikuti perkembangan promosi kesehatan
2. Promotor kesehatan akan menghargai kerahasiaan informasi yang dapat mereka akses kecuali atas permintaan hokum dan demi kepentingan klien
3. Promotor kesehatan harus tidak melakukan kegiatan promosi kesehatan yang tidak kompoten bisa kerjakan.

J. PENDEKATAN PROMOSI KESEHATAN
1. Pendekatan Medik
Tujuan dari pendekatan ini adalah kebebasan dari penyakit dan kecacatan yang didefinisikan secara medic, seperti penyakit infeksi, kanker, dan penyakit jantung. Pendekatan ini melibatkan kedokteran untuk mencegah atau meringankan kesakitan, mungkin dengan metode persuasive maupun paternalistic. Sebagai contoh, memberitahu orang tua agar membawa anak mereka untuk imunisasi, wanita untuk memanfaatkan klinik keluarga berencana dan pria umur pertengahan untuk dilakukan screening takanan darah. Pendekatan ini memberikan arti penting dari tindakan pencegahan medic dan tanggung jawab profesi kedokteran untuk membuat kepastian bahwa pasien patuh pada prosedur yang dianjurkan.
2. Pendekatan Perubahan Perilaku
Tujuan dari pendekatan ini adalah mengubah sikap dan perilaku individu masyarakat, sehingga mereka mengambil gaya hidup “ sehat “. Contohnya antara lain mengajarkan orang bagaimana menghentikan merokok, pendidikan tentang minum alcohol “ wajar “, mendorong orang untuk melakukan latihan olahraga, memelihara gigi, makan makanan yang baik dan seterusnya. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini akan merasa yakin bahwa gaya hidup “sehat “merupakan hal paling baik bagi kliennya dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka untuk mendorong sebanyak mungkin orang untuk mengadopsi gaya hidup sehat yang menguntungkan.
3. Pendekatan Edukasional
Tujuan dari pendekatan ini adalah memberikan informasi dan memastikan pengetahuan dan pemahaman tentang perihal kesehatan dan membuat keputusan yang ditetapkan atas dasar informasi yang ada. Informasi tentang kesehatan disajikan dan orang dibantu untuk menggali nilai dan sikap, dan membuat keputusan mereka sendiri. Bantuan dalam melaksanakan keputusan-keputusan itu dan mengadopsi praktek kesehatan baru dapat pula ditawarkan, program pendidikan kesehatan sekolah, misalnya menekankan membantu murid mempelajari ketrampilan hidup sehat, tidak hanya memperoleh pengetahuannya. orang-orang yang mendukung pendekatan ini akan memberi arti tinggi bagi proses pendidikan, akan menghargai hal individu untuk memilih perilaku mereka sendiri, dan akan melihatnya sebagai tanggung jawab mereka mengangkat bersama persoalan-persoalan kesehatan yang mereka anggap menjadi hal yang paling baik bagi klien mereka.
4. Pendekatan Berpusat Pada Klien
Tujuan dari pendekatan ini adalah bekerja dengan klien agar dapat membantu mereka mengidentifikasi apa yang ingin mereka ketahui dan lakukan, dan membuat keputusan dan pilihan mereka sendiri sesuai dengan kepentingan dan nilai mereka. Peran promotor kesehatan adalah bertindak sebagai fasilitator, membantu orang mengidentifikasi kepedulian-kepedulian mereka dan memperoleh pengetahuan serta ketrampilan yang mereka butuhkan agar memungkinkan terjadi perubahan. Pemberdayaan diri sendiri klien dilihat sebagai central dari tujuan ini. Klien dihargai sama yang mempunyai pengetahuan, ketrampilan dan kemampuan berkontribusi dan siapa yang mempunyai hak absolute untuk mengontrol tujuan kesehatan mereka sendiri.
5. Pendekatan Perubahan Sosial
Tujuan dari pendekatan ini adalah melakukan perubahan-perubahan pada lingkungan fisik, social dan ekonomi, supaya dapat membuatnya lebih mendukung untuk keadaan yang sehat. Contohnya adalah mengubah masyarakat, bukan pada pengubahan perilaku individu-individunya. Orang-orang yang menerapkan pendekatan ini memberikan nilai penting bagi hak demokrasi mereka mengubah masyarakat, mempunyai komitmen pada penempatan kesehatan dalam agenda politik di berbagai tingkat dan pada pentingnya pembentukan lingkungan yang sehat daripada pembentukan kehidupan individu-individu orang yang tinggal di tempat itu.

Kamis, 06 Januari 2011

ASI EKSKLUSIF

DEFINISI
ASI eksklusif adalah pemberian ASI tanpa makanan dan minuman tambahan lain pada bayi berumur nol sampai enam bulan. Bahkan air putih tidak diberikan dalam tahap ASI eksklusif ini.
Pada tahun 2001 World Health Organization/Organisasi Kesehatan Dunia menyatakan bahwa ASI eksklusif selama enam bulan pertama hidup bayi adalah yang terbaik. Dengan demikian, ketentuan sebelumnya (bahwa ASI eksklusif itu cukup empat bulan) sudah tidak berlaku lagi.

CARA MENCAPAI ASI EKSKLUSIF
WHO dan UNICEF merekomendasikan langkah-langkah berikut untuk memulai dan mencapai ASI eksklusif:
1. Menyusui dalam satu jam setelah kelahiran
2. Menyusui secara ekslusif: hanya ASI. Artinya, tidak ditambah makanan atau minuman lain, bahkan air putih sekalipun.
3. Menyusui kapanpun bayi meminta (on-demand), sesering yang bayi mau, siang dan malam.
4. Tidak menggunakan botol susu maupun empeng

KESALAH PAHAMAN MENGENAI ASI EKSKLUSIF
Setelah ASI ekslusif enam bulan tersebut, bukan berarti pemberian ASI dihentikan. Seiiring dengan pengenalan makanan kepada bayi, pemberian ASI tetap dilakukan, sebaiknya menyusui dua tahun menurut rekomendasi WHO.

MANFAAT ASI EKSKLUSIF 6 BULAN
Manfaat ASI Ekslusif enam bulan daripada hanya empat bulan, antara lain adalah:
Untuk Bayi
1. Melindungi dari infeksi gastrointestinal
2. Bayi yang ASI ekslusif selama enam bulan tingkat pertumbuhannya sama dengan yang ASI eksklusif hanya empat bulan.
3. ASI eksklusif enam bulan ternyata tidak menyebabkan kekurangan zat besi
Untuk Ibu
1. Menambah panjang kembalinya kesuburan pasca melahirkan, sehingga
2. Memberi jarak antar anak yang lebih panjang alias menunda kehamilan berikutnya
3. Karena kembalinya menstruasi tertunda, ibu menyusui tidak membutuhkan zat besi sebanyak ketika mengalami menstruasi
4. Ibu lebih cepat langsing. Penelitian membuktikan bahwa ibu menyusui enam bulan lebih langsing setengah kg dibanding ibu yang menyusui empat bulan.

APABILA TIDAK ADA ASI
Apabila karena beberapa hal ASI tidak dapat diberikan, gantikan dengan susu formula secara eksklusif hingga enam bulan. Kemudian lanjutkan bersama dengan MPASI sampai dengan umur setahun. Setelah setahun susu formula tidak perlu, dan bisa diganti dengan susu sapi.
Apabila masih ingin mencoba menyusui dengan ASI, bacalah lebih lanjut mengenai relaktasi dan coba hubungi Konsultasi ASI terdekat.
Aturan agar menunda memberikan MPASI pada anak < 6 bulan bukan hanya berlaku utk bayi yg mendapatkan ASI eksklusif. Tetapi juga bagi bayi yg tidak mendapatkan ASI (susu formula atau mixed).

JANGAN MEMBERIKAN MAKAN BAYI SEBELUM 6 BULAN
Tidak ada untungnya memberikan makanan pengganti ASI sebelum enam bulan - selain kelebihan berat badan yang tidak perlu. Malahan, bisa jadi MPASI tersebut memicu alergi pada bayi, gangguan pencernaan, atau obesitas[5].
Mengapa umur 6 bl adalah saat terbaik anak mulai diberikan MPASI?
Pemberian makan setelah bayi berumur 6 bulan memberikan perlindungan besar dari berbagai penyakit. Hal ini disebabkan sistem imun bayi < 6 bl belum sempurna. Pemberian MPASI dini sama saja dg membuka pintu gerbang masuknay berbagai jenis kuman. Belum lagi jika tidak disajikan higienis. Hasil riset terakhir dari peneliti di Indonesia menunjukkan bahwa bayi yg mendapatkan MPASI sebelum ia berumur 6 bl, lebih banyak terserang diare, sembelit, batuk-pilek, dan panas dibandingkan bayi yg hanya mendapatkan ASI eksklusif. Belum lagi penelitian dari badan kesehatan dunia lainnya.
Saat bayi berumur 6 bl keatas, sistem pencernaannya sudah relatif sempurna dan siap menerima MPASI. Beberapa enzim pemecah protein spt asam lambung, pepsin, lipase, enzim amilase, dsb baru akan diproduksi sempurna pada saat ia berumur 6 bl.
Mengurangi resiko terkena alergi akibat pada makanan. Saat bayi berumur < 6 bl, sel2 di sekitar usus belum siap utk kandungan dari makanan. Sehingga makanan yg masuk dapat menyebabkan reaksi imun dan terjadi alergi.
Menunda pemberian MPASI hingga 6 bl melindungi bayi dari obesitas di kemudian hari. Proses pemecahan sari-sari makanan yg belum sempurna.Pada beberapa kasus yg ekstrem ada juga yg perlu tindakan bedah akibat pemberian MPASi terlalu dini. Dan banyak sekali alasan lainnya mengapa MPASI baru boleh diperkenalkan pada anak setelah ia berumur 6 bulan.

PANDANGAN MASYARAKAT
Kalo begitu kenapa masih banyak orangtua yg telah memberikan MPASI ke anaknya sebelum berumur 6 bulan? Banyak sekali alasan kenapa ortu memberikan MPASI < 6 bl. Umumnya banyak ibu yg beranggapan kalo anaknya kelaparan dan akan tidur nyenyak jika diberi makan. Meski gak ada relevansinya banyak yg beranggapan ini benar. Kenapa ? Karena belum sempurna, sistem pencernaannya harus bekerja lebih keras utk mengolah & memecah makanan. Kadang anak yg menangis terus dianggap sbg anak gak kenyang. Padahal menangis bukan semata2 tanda ia lapar.
Belum lagi masih banyak anggapan di masyarakat kita seperti orang tua terdahulu bahwa anak saya akan baik-baik saja walaupun dikasih makan pisang saat umur 2 bulan. Malah sekarang jadi orang. Alasan lainnya juga bisa jadi juga tekanan dari lingkungan dan gak ada dukungan spt alasan di atas. Dan gencarnya promosi produsen makanan bayi yg belum mengindahkan ASI eksklusif 6 bulan.

http://asuh.wikia.com/wiki/ASI_eksklusif

Rabu, 27 Oktober 2010

MODEL PENDOKUMENTASIAN

MODEL PENDOKUMENTASIAN

Tujuan Instruksional
1.Menjelaskan model pendokumentasian POR
2.Menjelaskan model pendokumentasian SOR
3.Menjelaskan model pendokumentasian CBE
4.Menjelaskan model pendokumentasian Kardeks
5.Menjelaskan model pendokumentasian Komputer

A.Problem Oriented Record
Model pendokumentasian ini diperkenalkan oleh Dr. Lawrence Weed at Case Wester Reserve University in Cleveland Introduced pada tahun 1969, tujuannya adalah memperbaiki dokumentasi perawatan pasien di klinik dengan memfokuskan semua pendokumentasian pada masalah pasien. Model pendokumentasian ini mengembangkan model pencatatan dan pelaporan yang menekankan pada pasien dan segala permasalahannya. Secara menyeluruh, model pencatatan dan pelaporan ini dikenal dengan nama Problem Oriented Medical Record (POMR).

Ada empat komponen dasar dari model dokumentasi POR, yaitu:
1.Data dasar
Data dasar adalah alat utama untuk mengumpulkan data pada saat pasien. masuk. Data dasar yang dikumpulkan meliputi data subjektif dan data objektif. Data subjektif merupakan data hasil anamnesis kepada pasien, mencakup identitas pasien, keluhan utama, riwayat penyakit sekarang dan sebelumnya, riwayat penyakit keluarga. Data objektif meliputi data hasil pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan penunjang lainnya. Umumnya dokter bertanggung jawab melengkapi riwayat kesehatan dan pemeriksaan fisik, sedangkan bidan/perawat bertanggungjawab pada riwayat dan pengkajian data tentang kondisi pasien seta pemenuhan kebutuhan pasien.
Data dasar yang diperlukan tergantung dari unit atau jenis asuhan yang akan diberikan, misalnya data dasar unit kebidanan akan berbeda dengan data dasar unit bedah. Data dasar. ini bertujuan untuk mengenal masalah pasien dan sebagai dasar untuk bahan perbandingan dalam menilai kondisi pasien. Data dasar ini akan membantu dokter/bidan/perawat menentukan prioritas masalah dan membuat rencana asuhan yang tepat.

2.Daftar masalah
Daftar masalah diperoleh dari hasil pengkajian data dasar. Setelah data dasar dikumpulkan secara lengkap, selanjutnya disusun daftar masalah untuk mengidentifikasi masalah-masalah pasien. Daftar masalah ini bisa berupa gejala-gejala, kumpulan gejala atau hasil pemeriksaan laboratoirum/penunjang lain yang abnormal, masalah psikologis atau masalah sosial.
Dalam catatan dokter, dikenal sebagai medical problem/ diagnosis medis, terdiri dari diagnosis dan komplikasi yang menyertai, tanda/gejala, hasil laboratorium yang patologi, masalah sosial ekonomi yang berkaitan dengan kesehatan daJam perawatannya. Dalam dokumentasi kebidanan, daftar masalah ini ditulis sebagai analysis data/assessment, meliputi: diagnosis kebidanan, masalah, kebutuhan, diagnosis potensial, masalah potensial, dan kebutuhan tindakan segera. Dalam dokumentasi keperawatan, dafta masalah ditulis sebagai diagnosis keperawatan. Daftar masalah akan diperbarui apabila muncul masalah baru atau m asalah lama sudah teratasi.
Masalah yang ada kemungkinan bisa lebih dari satu, sehingga perlu dicatat menurut prioritas masalah dengan memberi nomor, tanggal pencatatan dan menyebutkan masalahnya. Semua masalah diberi tanda atau label sesuai dengan situasinya, apakah itu akut, kronik, aktif atau non aktif. Daftar masalah ini merupakan pedoman untuk menentukan. kebutuhan dan rencana asuhan bagi pasien. Daftar masalah ini diatur secara sistematis sesuai dengan urutan prioritas yang berorientasi pada kebutuhan pasien.

3.Rencana awal
Rencana awal dibuat berdasarkan daftar masalah yang telah diidentifikasi. Dokter mendokumentasikan rencana medis awal setelah anamnesis riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik selesai dilakukan. Dokter mend okumentasikan rencana awal berupa perencanaan tindakan medis (Medical Plan). Perencanaan tindakan medis ini ditulis pada setiap daftar masalah, termasuk tes diagnostik, pemberian terapi pencegahan dan pendidikan.
Rencana awal bidan disusun berupa rencana asuhan yang menyeluruh dan didokumentasikan setelah data dasar dikumpulkan dan analysis data/assessment dirumuskan. Penulisan rencana awal harus disertai waktu dan nama bidan yang menyusunnya. Pada pendokumentasian metode SOAP, rencana awal dimasukkan dalam Planning, termasuk di dalamnya catatan tentang pelaksanaan dan evaluasi terhadap keefektifan asuhan.

4.Catatan perkembangan
Catatan perkembangan adalah semua catatan yang berhubungan dengan keadaan pasien selama menjalani asuhan. Ada beberapa bentuk pendokumentasian catatan perkembangan ini, antara lain : Catatan Berkesinambungan ata lembar alur (Flow Sheet), Catatan Naratif (Notes) dan Catatan Pulang/Catatan Sembuh (Discharge). Catatan Berkesinambungan digunakan untuk mencatat hasil observasi perawatan secara umum, terutama pada keadaan umum pasien yang sering mengalami perubahan dengan cepat. Catatan Naratif yang dipergunakan untuk mendokumentasikan catatan perkembangan pasien, antara lain menggunakan format SOAP Notes, SOAPIE Notes dan SOAPIER Notes.

B.Source Oriented Record
Source Oriented Record adalah catatan pasien yang berorientasi pada sumber, karena setiap sumber data mempunyai catatan tersendiri dan terpisah satu dengan yang lain. Sumber data dalam catatan pasien, antara lain dokter, bidan, perawat, atau tenaga kesehatan lainnya. Catatan yang digunakan dalam model ini, umumnya berbentuk naratif dan masih bersifat tradisional. Karena sifat catatan ini yang terpisah-pisah antara sumber satu dengan sumber yang lain, maka perkembangan pasien dalam catatan ini menjadi sulit untuk diikuti.
Pada umumnya, catatan model Source Oriented Record ini mempunyai enam bagian. Enam bagian dalam model dokumentasi SOR adalah : catatan khusus, lembar catatan dokter, lembar riwayat medik, lembar identitas, catatan keperawatan/kebidanan dan laporan khusus lainnya.

C.Charting by Exception
Model dokumentasi Charting by Exception (CBE) ini dibuat pada tahun 1983 oleh staf perawat di St. Luke's Hospital di Midwaukee, Wisconsin. Model ini dianggap dapat mengatasi masalah pendokumentasian dengan membuat catatan tentang pasien menjadi lebih nyata, menghemat waktu dan mengakomodir adanya informasi terbaru. Model ini dinilai lebih efektif dan efisien untuk mengurangi adanya duplikasi dan pengulangan dalam memasukkan data. Merupakan metode pencatatan singkat dan berbeda dari dokumen pada umumnya.

Sistem atau model dokumentasi CBE ini mempunyai banyak keuntungan, antara lain :
1.Data terbaru tersedia di samping tempat tidur, siap diakses oleh pemberi perawatan yang berinteraksi dengan pasien.
2.Keberadaan lembar alur menghilangkan kebutuhan akan lembar kerja atau kertas coretan lain untuk emncatat informasi tentang pasien. Data segera dicatat dalam catatan permanen.
3.Panduan pada bagian belakang format menjadi referensi yang mudah didapat dan sangat berguna bagi perawat.
4.Status pasien cenderung mudah dilihat melalui lembar alur. Informasi pengkajian diatur berdasarkan sistem tubuh dan mudah untuk dicari.
5.Hasil yang normal diidentifikasi dengan tepat sehingga terdapat kesepakatan terhadap adanya pengkajian normal.
6.Banyak menghilangkan catatan naratif berulang tentang perawatan rutin. Referensi terhadap standar praktik dapat menyingkirkan pencatatan naratif informatif.
7.Mudah diadaptasikan pada pendokumentasian alur klinis dan mengurangi waktu yang dipergunakan perawat untuk mencatat sebesar 67%.

Ada beberapa kerugian dan masalah yang berkaitan dengan sistem atau model dokumentasi CBE ini, antara lain :
1.Duplikasi pencatatan terjadi pada model CBE, misalnya diagnosis keperawatan dalam daftar masalah tertulis juga dalam rencana perawatan. Contoh lain adalah, hasil yang abnormal atau signifikan dijabarkan dalam lembar alur perawat/dokter. Jika hasil abnormal ini memerlukan intervensi, maka dalam catatan perkembangan SOAP juga harus ditulis kembali. Bagian data subjektif dan data objektif pada SOAP memuat lagi informasi yang ditulis dalam lembar alur. Akhirnya pengkajian dan perencanaan SOAP bisa sama dengan rencana- perawatan.
2.CBE dibuat di sebuah rumah sakit yang semua perawatnya telah terdaftar (Registered Nurse, RN). Ursur pengkajian fisik perlu ditinjau berdasarkan lingkup praktik perawat yang telah mempunyai lisensi praktik (Licensed Practical Nurse, LPN). Beberapa rumah sakit yang menerapkan sistem CBE sedangkan tidak semua perawatnya RN, mengubah sistem pemberian asuhan keperawatan sedemikian rupa dengan mengakomodasi tanggung jawab RN untuk pengkajian. Meskipun LPN bisa ditugaskan untuk merawat pasien, RN tetap harus menyelesaikan pengkajian fisik dalam 8 atau 24 jam sekali.
3.Implementasi lengkap memerlukan perubahan besar dalam sistem pendokumentasian organisasi karena memerlukan perubahan format pada berbagai alat dokumentasi
4.Memerlukan pendidikan khusus untuk bisa mengimplementasikan sistem CBE. Perawat di St. Luke mengalami kesulitan untuk belajar mendokumentasikan hanya hasil yang abnormal saja pada lembar alur keperawatan/ instruksi dokter dan kesulitan menaati standar praktik
5.Sistem CBE berdampak pada masalah penggantian biaya sampai sistem ini lebih luas diterima.
6.Dasar hukum CBE masih diperdebatkan. Meskipun pengacara St. Luke telah meninjau sistem CBE dan menyetujui adanya kepatuhan sistem terhadap prinsip-prinsip legal (hukum), namun hakim tetap akan memakai peraturan tentang validitasi dokumentasi untuk setiap kasus. Pencatatan yang intermiten gagal memberi tanda bahaya secara kontinu yangmembutuhkan intervensi dini dari dokter. CBE tidak mendefinisikan kasus dengan jelas, meskipun standar profesi telah menggambarkan dengan cukup jelas untuk kelangsungan pemberian perawatan. Tiga hal yang harus diperhatikan dalam penerapan sistem CBE:
a.Standar untuk pengkajian keperawatan dan intervensi harus didefinisikan dengan jelas
b.Kebijakan dan prosedur CBE harus diikuti secara jelas
c.Tidak ada sistem dokumentasi yang akan melindungi profesi kesehatan dari pengadilan yang buruk

D.Teknik Tradisional dengan Sistem Kardeks
Teknik pendokumentasian sistem Kardex merupakan sistem pendokumentasian pelayanan kesehatan tradisional yang dipergunakan di berbagai sumber mengenai informasi pasien dan disusun dalam suatu buku.
Informasi yang terdapat dalam Kardex, antara lain:
1.Data pasien, meliputi : nama, alamat, status perkawinan, tanggal lahir, pekerjaan, agama dan kepercayaan.
2.Diagnosis kebidanan : daftar prioritas masalah.
3.Pengobatan sekarang : perawatan dan pengobatan, diit, infus, konsultasi.
4.Tes diagnostik :.tanggal dan hasilnya.
5.Kegiatan/aktivitas pasien sehari-hari yang diperbolehkan.
Model dokumentasi dengan sistem Kardex ini mempunyai beberapa kelemahan, antara lain: kadang-kadang data tidak diisi dengan lengkap, tidak cukup tempat atau ruang dalam memasukkan data yang diperlukan, kadang-kadang data yang dimasukkan tidak up to date dan telah dibaca oleh bidan sebelum mereka memberikan pelayanan/ asuhan.

E.Sistem Komputerisasi
Teknik pendokumentasian dengan komputerisasi adalah sistem komputer yang berperan dalam menyimpulkan, menyimpan proses, memberikan informasi yang diperlukan dalam kegiatan pelayanan kebidanan, penelitian clan pendidikan. Secara umum dokumentasi dengan sistem komputerisasi mempunyai beberapa keuntungan, antara lain: meningkatkan pelayanan pada pasien, meningkatkan pengembangan protokol, meningkatkan penatalaksanaan data dan komunikasi dan meningkatkan proses edukasi dan konseling pada pasien.
Keuntungan dokumentasi dengan sistem komputerisasi secara spesifik, antara lain : akurasi lebih tinggi, menghemat biaya, meningkatkan kepuasan pasien, memperbaiki komunikasi antar bagian/anggota tim kesehatan, menambah kesempatan untuk belajar, meneiiti dan jaminan kualitas, meningkatkan moral kinerja petugas. Beberapa kelemahan dokumentasi dengan sistem komputerisasi, adalah : malfunction, impersonal effect, privacy, informasi tidak akurat, kosakata terbatas, penyimpanan bahan cetakan dart biaya yang harus disediakan cukup besar untuk pengadaan beberapa unit komputer.

Hambatan pengenalan sistem komputerisasi
Keperawatan dan kebidanan Bering menjadi unit terakhir yang membeli dan menggunakan software. Beberapa hambatan urttuk mengembangkan dan menggunakan sistem komputerisasi dalam pelayanan kebidanan/keperawatan antara lain:
1.Bagian administrasi merasa tidak yakin bahwa komputerisasi informasi kebidanan/keperawatan akan memberikan hash. nyata.
2.Bidan / perawat kurang memiliki kemampuan mengoperasikan sistem komputerisasi. Sernua anggota tim kesehatan harus dilibatkan dalam memilih, mengintegrasikan dan menggunakan teknologi manajemen informasi.
3.Unit pelayanan informasi komputer kadang merasa terancam untuk berbagi informasi dengan unit lain dan khawatir kekuatannya akan hilang bila melibatkan orang lain dalam proses pengambilan keputusan. Perlunya menjalin hubungan kerjasama antara bidan/perawat dengan unit pelayanan informasi komputer.
4.Dahulu program software hanya sedikit tersedia. Beberapa di antaranya dirancang untuk perawat/bidan ahli komputer yang tidak memiliki pengalaman keperawatan.
5.Banyak software yang dirancang untuk fungsi tunggal seperti ketenagaan dan penjadwalan, rencana perawatan atau klasifikasi pasien. Sistem informasi keperawatan/kebidanan bisa saja tidak berhubungan dengan sistem informasi rumah sakit atau program lain di luar fasilitas, akibatnya akan menghalangi terjadinya pertukaran data di dalam dan di luar orgaiusasi data.
6.Kurangnya keseragaman bahasa keperawatan / kebidanan menghambat perkembangan dan penggunaan sistem, informasi komputer. Variasi dalam menyebutkan diagnosis, intervensi dan hasil dapat menimbulkan kebingungan.
7.Rasa takut termasuk anggapan bahwa komputerisasi terlalu sulit, bahwa teknologi tersebut akan menggantikan bidan/ perawat, bahwa komputer akan langsung mengarahkan dan mendikte asuhan dan bahwa kerahasiaan pasien akan dilanggar (Bowles, 1997 cit. Iyer and Champ, 2005).
8.Komputerisasi sangat mahal. Hardware, software, pendidikan staf dan komputer tambahan menunjang kontribusi staf untuk mengembangkan sistem komputerisasi.

Keuntungan dan kerugian dokumentasi terkomputerisasi
Beberapa keuntungan dari dokumentasi terkomputerisasi secara umum adalah sebagai berikut:
1.Catatan dapat dibaca. Hasil cetakan komputer dapat dibaca dengan mudah, sehingga menghilangkan risiko menebak arti tulisan tangan. Bidan tidak perlu lagi menanyakan, "Bisakah Anda membaca instruksi itu?"
2.Catatan yang siap tersedia. Catatan medis pasien harus selalu siap untuk digunakan dan waktu yang digunakan untuk mencarinaya harus sesingkat mungkin. Catatan elektronik dapat digunakan atau ditinjau kembali oleh sejumlah orang sesuai dengan jumlah komputer yang tersedia.
3.Produktivitas bidan/perazuat membaik. Penelitian menunjukkan bahwa perwat menghabiskan waktunva sampai 50% untuk mendokumentasikan dan mengkomunikasikan informasi pasien (Bowles, 1997 cit. Iyer and Chalnp, 2005). Dengan sistem komputerisasi, tenaga kesehatan termasuk bidan akan mengurangi jumlah waktunya untuk mengerjakan pekerjaan tertulis, sehingga lebih banyak waktu untuk merawat pasien. Penelitian lain menyebutkan bahwa, setelah menggunakan sistem komputerisasi perawat menggunakan 40% waktunya untuk berkomunikasi dengan pasien dan 43% untuk membantu higiene pasien. Sistem inivrmasi komputer dapat menyimpan entri data secara lebih cepat menggunakan keystroke, menu atau barcode scanner dibanding pencatatan manual.
4.Mengurangi kerusakan cafatan. Kerusakan catatan modik lebih. sulit terjadi jika menggunakan sistem kampu*eris.ai. Program software harus berisi cara untuk memperbaiki entri data yang salah. Proses ini sering diselesaikan dengan cara yang sama seperti pada pencatatan manual dengan memberikan tanda kurung pada data yang salah, menambah informasi yang benar clan memberikan alasan terhadap perubahan data, seperti "catatan salah." Catatan waktu pada program software menunjukkan waktu yang tepat saat data dimasukkan, sehingga tidak mungkin untuk menggantinya. Lebih jauh lagi, program software umumnya mempunyai waktu yang terjadwal untuk menyimpan data, sehingga tidak memungkinkan seseorang untuk menghilangkan data yang masuk setelah data tersebut disimpan.
5.Menunjang penggunaan proses asuhan kebidnnan/keperawatan. Sistem komputerisasi memudahkan pengkajian data pasien.
6.Mengurangi dokumentasi yang berlebihan. Dokumentasi terkomputerisasi mendukung penggunaan yang ekonomis sejak pemasukkan data dengan mengurangi/menghilangkan catatan yang berlebihan.
7.Saran, pengingat dan peringatan Minis. Penetapan prioritas clan pengambilan keputusan dapat dipermudah dengan adanya peringatan, saran dan pengingat klinis dalam program komputer.
8.Catatan keperawatan/kebidanan lebih terorganisasi. Software dapat dirancang agar dokumentasi dapat diurutkan dan dicetak sedemikian rupa yang tidak mungkin dilakukan oleh pencatatan manual. Sebagai contoh, bidan dapat meminta semua daftar data yang menggambarkan kondisi pasien atau mencetak semua catatan penyuluhan.
9.Laporan tercetak secara otomatis. Sistem komputerisasi harus menghasilkan laporan dan lembar alur yang menghilangkan rutinitas menyalin informasi untuk keperluan tertentu.
10.Dokumentasi sesuai standar profesi.
11.Peningkatan rekrutmen dan retensi fenaga. Komputer cenderung meningkatkan kepuasan dan semangat kerja, merupakan keuntungan signifikan mencegah keluar masuknya pegawai.
12.Peningkatan pengetahuan tentang hasil.
13.Ketersediaan data.
14.Pencegahan kesalahan pemberian obat.
15.Mempermudah penetapan biaya. Dengan sistem dokumentasi komputer, kemampuan menetapkan biaya berdasarkan asuhan yang aktual mengalami perbaikan.
16.Mencetak instruksi pemulangan.

Beberapa permasalahan dari dokumentasi terkomputerisasi adalah sebangai berikut:
1.Keuntungan pencatatan dengan kertas. Lima kelebihan utama pencatatan dengan kertas (Bradley, 1994 cit. Iyer and Champ, 2005): pencatatan kertas sudah dikenal; mudah dibawa dan dapat dibawa ke ruang perawatan pasien; tidak terjadi downtime; fleksibilitas dalam pencatatan data, memudahkan pencatatan data subjektif dan naratif; dapat dicari dan diperiksa dengan cepat. Meskipun demikian, komputer juga cepat dikenal, bisa diletakkan di samping tempat tidur pasien atau tersedia komputer portable, tersedianya software yang dirancang khusus untuk menuliskan teks bebas dan kemudahan mencari data dengan kode tertentu.
2.Masalah keamanan dan kerahasiaan informasi pasien. Perlunya menjaga privasi, kerahasiaan dan keamanan catatan medis pasien yang terkomputerisasi.
Privasi, meliputi hak individu untuk emnetukan kapan, kepda siapa dan seluas apa informasi pribadinya disebarluaskan.
Kerahasiaan, meliputi rasa percaya di antara pemberi perawatan kesehatan bahwa informasi yang mereka bagi akan dihormati dan digunakan untuk tujuan tertutup.
Keamanan, meliputi perlindungan informasi dari akses yang disengaja maupun tidak disengaja oleh orang yang tidak berwenang, termasuk modifikasi dan perusakan informasi.

Rekomendasi pemilihan sistem komputerisasi
Perubahan yang cepat di bidang pelayanan kesehatan, mengubah beberapa peraturan lama pemilihan sistem informasi komputer. Menurut Pasternack (1998, cit. Iyer and Champ, 2005), perubahan peraturan tersebut adalah:
1.Peraturan lama: cari daftar klien yang besar; Peraturan baru: besar bukan berarti lebih baik.
2.Peraturan lama: membeli software dalam jumlah besar; Peratu ran baru: beli software hanya yang diperlukan saja.
3.Peraturan lama: cari sesuatu yang baru dan populer; Peraturan baru: sesuatu yang sedang populer tidak berarti akan populer selamanya.
4.Peraturan lama: beli yang terbaik, baru kemudian diintegrasikan; Peraturan baru: tetap bersama beberapa produsen.
5.Peraturan lama: beli yang tersedia dan biarkan produsen mengurusnya; Peraturan baru: cari produsen yang akan berbagi risiko dan keuntungan.
6.Peraturan lama: Membeli software yang mahal sebanding dengan fungsi yang tinggi; Peraturan baru: membeli berdasarkan nilai barang.

Selasa, 05 Oktober 2010

TEKNIK PENDOKUMENTASIAN

TEKNIK PENDOKUMENTASIAN

Tujuan Pembelajaran
1.Menjelaskan teknik naratif dalam dokumentasi kebidanan
2.Menjelaskan teknik flowsheet/checklist dalam dokumentasi kebidanan

A.Narrative Progress Notes
Merupakan bentuk dokumentasi tradisional, paling lama digunakan (sejak dokumentasi pelayanan kesehatan dilembagakan) dan paling fleksibel, Sering disebut sebagai dokumentasi yang berorientasi pada somber (source oriented documentation). Pencatatan naratif, adalah catatan harian atau format cerita yang digunakan untuk mendokumentasikan peristiwa asuhan kebidanan pada pasien yang terjadi selama jam divas. Naratif, adalah paragraf sederhana yang menggambarkan status pasien, intervensi dan pengobatan serta respon pasien terhadap intervensi. Sebelum adanya teknik lembar alur (flowsheet dan checklist), catatan naratif ini adalah satu-satunya teknik yang digunakan untuk mendokumentasikan pemberian asuhan kebidanan.

Keuntungan dari teknik pendokumentasian naratif ini, antara lain : merupakan teknik pencatatan yang sudah banyak dikenal dan dipelajari bidan sejak masih di bangku kuliah, mudah dikombinasikan dengan teknik pendokumentasian yang lain, seperti pencatatan naratif dengan lembar alur, atau pencatatan naratif untuk mendokumentasikan perkembangan pasien. Jika ditulis dengan benar, catatan naratif ini berisi masalah pasien, intervensi dan respon pasien terhadap intervensi. Pencatatan naratif juga berguna pada situasi darurat, sehingga bidan dapat dengan cepat dan mudah mendokumentasikan kronologis kejadian pasien. Catatan naratif ini juga membantu bidan melakukan interpretasi terhadap setiap kejadian pasien secara berurutan, memberi kebebasan bidan untuk memilih cara menyusun sebuah laporan, sederhana untuk melaporkan masalah, kejadian, perubahan intervensi dan evalusi pasien.

Kerugian utama dari teknik pendokumentasian naratif ini adalah catatan kurang terstruktur. Hampir semua catatan naratif tidak teratur, berpindah-pindah dari satu masalah ke masalah lain tanpa penghubung yang jelas, sehingga hubungan antar data dulit ditemukan. Catatan ini juga hanya berorientasi pada tugas dan cenderung menghabiskan banyak waktu. Tidak selalu mencerminkan pemikiran yang kritis, tidak bisa membantu membuat keputusan, tidak bisa menambah kemampuan bidan menganalisis dan membuat kesimpulan yang tepat.

Catatan naratif ini memungkinkan terjadinya kumpulan informasi yang terpecah – pecah, terputus dan berlebihan sehingga informasi menjadi tidak berarti. Kadang-kadang sulit mendapatkan kembali informasi tentang pasien tanpa melihat ulang seluruh atau sebagian besar catatan pasien tersebut. Mengabadikan sistem "pesan yang terpendarri", yaitu data yang ingin dimunculkan, justru tidak tampak nyata. Perlu melihat kembali data awal masing-masing sumber untuk menentukan gambaran pasien secara menyeluruh. Membutuhkan waktu lama untuk mendokumentasikan masing-masing pasien, karena teknik yang terbuka ini memerlukan kehati-hatian saat menyelaraskan semua informasi yang berasal dari masing-masing sumber. Rangkaian peristiwa bisa lebih sulit diinterpretasikan karena data yang berkaitan mungkin tidak diletakkan pada tempat yang sama. Perlu waktu lama untuk mengikuti perkembangan dan kondisi akhir pasien.
Petunjuk pendokumentasian dengan teknik naratif, yaitu:
1.Menggunakan istilah standar, misalnya pengkajian data, diagnosis, tujuan asuhan kebidanan, rencana, implementasi, intervensi dan evaluasi
2.Mengikuti tahap-tahap berikut: pengkajian data pasien, identifikasi masalah dan kebutuhan asuhan, rencana dan pemberian asuhan, evaluasi respon pasien terhadap asuhan medis dan kebidanan. Pengkajian ulang untuk melengkapi seluruh proses
3.Menulis, memperbaiki clan menjaga rencana asuhan sebagai bagian dari laporan
4.Membuat diagnosis secara periodik, memonitor kondisi fisik dan psikis pasien, asuhan kebidanan, antara lain melaksanakan advis dokter, KIE dan perkembangan pasien
5.Melaporkan evaluasi setiap saat, antara lain pada saat pasien masuk, dirujuk, pulang atau jika terjadi perubahan
6.Penting sekali untuk diingat, dalam teknik pencatatan naratif, tidak boleh meninggalkan bagian/jarak yang kosong. Berikann garis yang melewati bagian yang kosong tersebut dan berikan inisial nama bidan yang melakukan pencatatan.


B.Flow Sheet dan Checklist
Dalam menjalankan tugasnnya, bidan dituntut untuk memberikan asuhan kebidanan dan mendokumentasikannya. Banyak sekali waktu yang dibutuhkan untuk mendokumentasikan sernua asuhan yang telah diberikan oleh seorang bidan. Untuk mengurangi beban dan banyaknya waktu yang dibutuhkan bidan untuk melakur;an pencatatan secara naratif, dibuatlah teknik pencatatan lembar alur. Lembar alur atau flowsheet dan checklist ini digunakan untuk mengumpulkan hasil pengkajian data dan mendokumentasikan implementasi kebidanan. Jika lembar alur ini dipergunakan dengan tepat, maka akan banyak menghemat waktu bidan untuk mencatat. Pendokumentasian hasil pengkajian data dan asuhan yang bersifat rutin akan menghabiskan banyak waktu bidan. Data yang bersifat rutin ini dapat didokumentasikan secara ringkas dengan menggunakan lembar alur. Penting di sini untuk tidak menulis ulang data di dalam lembar alur ke dalam catatan perkembangan, karena sama saja hal ini akan mengabaikan tujuan pembuatan lembar alur dan melakukan pekerjaan yang sia-sia.

Tujuan pencatatan menggunakan teknik lembar alur ini, antara lain : untuk kecepatan dan efisiensi pendokumentasian data dan asuhan, menggabungkan data yang jika tidak dikumpulkan akan tersebar dalam rekam medis pasien, mempermudah kontinuitas asuhan, mengurangi duplikasi dalam pencatatan, melindungi aspek legal pasien dan bidan, dapat melakukan pengkajian data pasien dengan cepat, mudah membandingkan data pasien dan mendokumentasikan informasi yang akan digunakan dalam mengevaluasi keefektivan asuhan.

Format pencatatan dalam lembar alur kebanyakan berupa grafik atau cheklist. Data yang bisa didokumentasikan : pola pemenuhan kebutuhan sehari-hari, kebutuhan asuhan kebidanan, tanda-tanda vital, monitor keseimbangan cairan dan elektrolit tubuh, nutrisi, pengkajian kulit dan sistem tubuh, kadar glukose urine dan darah. Lembar alur juga bisa digunakan untuk mendokumentasikan hasil observasi dan tindakan kebidanan, kaitannya dengan data dasar, catatan pengobatan, KIE dan catatan perkembangan.

Keuntungan dari teknik flowsheet dan checklist ini, antara lain : Meningkatkan kualitas catatan, lebih mudah dibaca, memperkuat standar asuhan, dokumentasi lebih tepat, mengurangi adanya fragmentasi data, data mudah diperoleh, memungkinkan untuk melakukan perbandingan data beberapa periode, informasi yang dicatat benar-benar yang bermanfaat dan legal, narasi sedikit.

Keterbatasan dari teknik flowsheet dan checklist ini, antara lain: Catatan medik pasien menjadi lebih banyak, sehingga menimbulkan masalah pada saat penggunaan dan penyimpanan, Potensial terjadi duplikasi catatan, antara lain catatan perawatan di ruang ICU dan catatan pengobatan, Desain ini memungkinkan adanya bagian yang tidak diisi. Bagian yang kosong ini potensial menimbulkan kesalahan saat melakukan interpretasi dan memunculkan tanda tanya, Keterbatasan ruang untuk melakukan pencatatan secara menyeluruh terhadap kejadian luar biasa dan adanya penolakan terhadap penggunaan model flowsheet.

Desain dan bagian umum dalam flow sheets dan checklist, antara lain :
1.Kolom untuk nama petugas yang melakukan pemeriksaan atau tindakan.
2.Hasil pengkajian, KIE, observasi, tindakan, dan lain-lain.
3.Hasil observasi atau intervensi khusus.
4.Nama pasien, waktu (tanggal, bulan dan tahun), nama bidan dan tanda tangan.
5.Hanya menuliskan judul tindakan, sedangkan penjabaran lebih lanjut diuraikan secara narasi. Misalnya: mengobati luka bakar. Ganti balutan lihat pada catatan perkembangan.

Menurut Iyer and Camp (2005), proses merancang lembar alur dengan tepat sangat bervariasi. Beberapa anjuran umum dalam merancang sebuah lembar alur, adalah :
1.Tentukan seberapa banyak ruangan yang diperlukan untuk isi format.
2.Rancang sebuah format yang mudah dibaca dan digunakan.
3.Tentukan apakah format tersebut akan digunakan secara vertikal atau horisontal.
4.Gunakan huruf yang dicetak tebal dan miring untuk menekailkan judul bagian atau informasi penting lainnya.
5.Pertimbangkan untuk memberi jarak antar informasi.
6.Tentukan apakah format tersebut akan lebih dari satu halaman.
7.Pertimbangkan apakah informasi dalam format tersebut akan dikomunikasikan antar bagian.
8.Sediakan lembar alur kosong untuk masing-masing pasien agar memungkinkan individualisasi data dan pendokumentasian asuhan pada pasien.
9.Jika catatan perkembangan rnultidisiplin tidak digunakan, pertimbangkan pemberian ruang kosong untuk catatan - ¬catatan tersebut di halaman sebaliknya lembar alur tersebut.
10.Pertahankan struktur dasar format lembar alur untuk menggambarkan standar asuhan yang diberikan kepada pasien adalah sama.
11.Berfikir global saat membuat atau merevisi sebuah format, hindari merancang format tanpa berkonsultasi ke profesi/unit lain.
12.Libatkan staf sistem informasi komputer untuk meninjau ulang konsep lembar alur.
13.Dapatkan masukan dari anggota staf yang akan menggunakan format tersebut.
14.Lakukan koreksi awal secara cermat terhadap format yang telah dibuat.
15.Harus disadari bahwa pembuatan dan penerapan format lembar alur membutuhkan waktu lama, sehingga perlu alokasi waktu yang cukup.

Senin, 04 Oktober 2010

Konsep Dokumentasi

Konsep Dasar Dokumentasi Kebidanan
Tujuan Pembelajaran
Setelah Mempelajari bab ini, anda diharapkan mampu:
1.Menjelaskan pengertian dokumentasi
2.Menjelaskan tujuan dokumentasi
3.Menjelaskan fungsi dokumentasi
4.Menjelaskan manfaat dokumentasi
5.Menjelaskan syarat dokumentasi
6.Menjelaskan prinsip-prinsip dokumentasi
7.Menjelaskan aspek legal dalam dokumentasi

Beberapa hal yang perlu dipertimbangkan untuk menentukan perlu tidaknya melakukan perubahan system pendokumentasian asuhan kebidanan, antara lain:
1.Kebutuhan untuk memperbaiki kualitas dokumentasi asuhan kebidanan.
2.Kebutuhan mengurangi jumlah waktu yang diperlukan untuk menulis.
3.Kebutuhan menghemat biaya.
4.Kebutuhan mengurangi duplikasi pencatatan.
5.Penekanan terbaru pada asuhan multidisipliner.

PENGERTIAN DOKUMENTASI
Dokumen dalam bahasa Inggris berarti satu atau lebih lembar kertas resmi (official) dengan tulisan di atasnya. Secara umum dokumen dapat diartikan sebagai suatu catatan otentik yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum.
Dokumentasi adalah sekumpulan catatan otentik yang dapat dibuktikan atau dijadikan bukti dalam persoalan hukum.
Dokumentasi Kebidanan adalah bukti pencatatan dan pelaporan berdasarkan komunikasi tertulis yang akurat dan lengkap yang dimiliki oleh bidan dalam melakukan asuhan kebidanan dan berguna untuk kepentingan klien, tim kesehatan, serta kalangan bidan sendiri.
Menurut Frances Fischbbaach (1991) isi dan kegiatan dokumentasi apabila diterapkan dalam asuhan kebidanan adalah sebagai berikut :
1.Tulisan yang berisi komunikasi tentang kenyataan yang essensial untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi untuk suatu periode tertentu.
2.Menyiapkan dan memelihara kejadian-kejadian yang diperhitungkan melalui gambaran, catatan/dokumentasi
3.Membuat catatan pasien yang otentik tentang kebutuhan asuhan kebidanan, mengidentifikasi masalah pasien, merencanakan, menyelenggarakan atau evaluasi hasil asuhan kebidanan.
4.Memonitor catatan profesional dan data dari pasien, kegiatan perawatan, perkembangan pasien menjadi sehat atau sakit dan hasil asuhan kebidanan.
5.Melaksanakan kegiatan perawatan, misalnya gradasi penyakit, peningkatan kesehatan dan perawatan, mengurangi penderitaan dan perawatan pada pasien yang hampir meninggal dunia.


TUJUAN DOKUMENTASI
Adapun tujuan dokumentasi kebidanan adalah sebagai berikut:
1.Sebagai sarana komunikasi
Komunikasi terjadi dalam tiga arah:
a.Ke bawah untuk melakukan instruksi
b.Ke atas untuk memberi laporan
c.Ke samping (Lateral) untuk memberi saran
Dokumentasi yang dikomunikasikan secara akurat dan lengkap dapat berguna untuk:
a.Membantu koordinasi asuhan kebidanan yang diberikan oleh tim kesehatan.
b.Mencegah informasi yang berulang terhadap pasien atau anggota tim kesehatan atau mencegah tumpang tindih, bahkan sama sekali tidak dilakukan untuk mengurangi kesalahan dan meningkatkan ketelitian dalam memberikan asuhan kebidanan pada pasien.
c.Membantu tim bidan dalam menggunakan waktu sebaik-baiknya.
2.Sebagai sarana tanggung jawab dan tanggung gugat
Sebagai upaya untuk melindungi pasen terhadap kualitas pelayanan keperawatan yang diterima dan perlindungan terhadap keamanan perawat dalam melaksanakan tugasnya, maka perawat/bidan diharuskan mencatat segala tindakan yang dilakukan terhadap pasen.
3.Sebagai sarana informasi statistik
Data statistik dari dokumentasi kebidanan dapat membantu merencanakan kebutuhan di masa mendatang, baik SDM, sarana, prasarana dan teknis.
4.Sebagai sarana pendidikan
Dokumentasi asuhan kebidanan yang dilaksanakan secara baik dan benar akan membantu para siswa kebidanan maupun siswa kesehatan lainnya dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan pengetahuan dan membandingkannya, baik teori maupun praktek lapangan.
5.Sebagai sumber data penelitian
Informasi yang ditulis dalam dokumentasi dapat digunakan sebagai sumber data penelitian.
6.Sebagai jaminan kualitas pelayanan kesehatan
Melalui dokumentasi yang dilakukan dengan baik dan benar, diharapkan asuhan kebidanan yang berkualitas dapat dicapai, karena jaminan kualitas merupakan bagian dari program pengembangan pelayanan kesehatan.
7.Sebagai sumber data perencanaan asuhan kebidanan berkelanjutan
Dengan dokumentasi akan didapatkan data yang aktual dan konsisten mencakup seluruh asuhan kebidanan yang dilakukan.

FUNGSI DOKUMENTASI
1.Bentuk tanggung jawab profesi bidan
Responsibilitas dan akuntabilitas profesi merupakan salah satu alasan diadakannya dokumentasi asuhan kebidanan.
2.Perlindungan hukum
Informasi dalam dokumentasi kebidanan dapat digunakan pada saat terjadi kasus malpraktik yang menyangkut pemberian asuhan kebidanan oleh bidan.
3.Mematuhi standar pelayanan
Sebuah institusi pelayanan kebidanan harus mematuhi standar-standar tertentu untuk mendapatkan ijin operasional dan kualitas tertentu (akreditasi).
4.Efisiensi kegiatan dan pembiayaan asuhan

MANFAAT DOKUMENTASI
1.Aspek Administrasi
Dokumentasi kebidanan yang berisi tindakan bidan, berdasarkan wewenang dan tanggung jawab sebagai tenaga medis dan paramedic dalam mencapai tujuan pelayanan kebidanan.
2.Aspek Medis
Dokumentasi berisi catatan yang digunakan sebagai dasar untuk merencanakan pengobatan atau perawatan yang harus diberikan kepada pasien.
3.Aspek Hukum
Dokumentasi yang digunakan sebagai tanda bukti dan jaminan kepastian hukum.
4.Aspek Keuangan
Dokumentasi data atau informasi baik tentang tindakan serta perawatan pada pasien yang dapat digunakan sebagai perincian biaya atau keuangan.
5.Aspek Penelitian
Dokumentasi yang digunakan sebagai data dalam penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan melalui studi dokumentasi.
6.Aspek Pendidikan
Dokumentasi kebidanan berisi data informasi tentang perkembangan kronologis dan kegiatan pelayanan medik yang diberikan kepada pasien yang dapat dipergunakan sebagai bahan atau referensi pendidikan.
7.Aspek Dokumentasi
Dokumentasi yang berisi sumber informasi yang harus didokumentasikan dan dipakai sebagai bahan pertanggungjawaban dalam proses dan laporan pelayanan kebidanan.
8.Aspek Jaminan Mutu
Dokumentasi yang dilakukan dengan baik, lengkap dan akurat dapat membantu dalam peningkatan mutu asuhan kebidanan. Selain itu, dokumentasi yang dilakukan bias berguna untuk mengetahui sejauh mana masalah pasien dapat teratasi dan seberapa jauh masalah baru dapat diidentifikasikan dan dimonitor melalui catatan yang akurat.
9.Aspek Akreditasi
Dokumentasi dapat digunakan untuk memantau kualitas layanan kebidanan yang telah diberikan sehingga dapat diambil kesimpulan tentang tingkat keberhasilan pemberian asuhan kebidanan.
10.Aspek Statistik
Informasi statistik dari dokumentasi dapat membantu suatu institusi untuk mengantisipasi kebutuhan tenaga dan menyusun rencana sesuai dengan kebutuhan.
11.Aspek komunikasi
Komunikasi digunakan sebagai koordinasi asuhan kebidanan yang diberikan oleh beberapa orang untuk mencegah pemberian informasi berulang-ulang kepada pasien oleh anggota tim kesehatan.

SYARAT DOKUMENTASI
Membuat suatu dokumentasi haruslah memperhatikan beberapa syarat sebagai berikut:
1.Kesederhanaan (Simplicity)
Penggunaan kata-kata yang sederhana, mudah dibaca, dimengerti, dan hindari istilah sulit.
2.Keakuratan (Conservatism)
Data yang diperoleh harus benar-benar akurat berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan.
3.Kesabaran
Gunakan kesabaran dalam membuat dokumentasi kebidanan dengan meluangkan waktu untuk memeriksa kebenaran terhadap data pasien yang telah atau sedang diperiksa.
4.Ketepatan (Precision)
Ketepatan dalam pendokumentasian merupakan syarat yang sangat diperlukan. Untuk memperoleh ketepatan perlu pemeriksaan dengan mengunakan teknologi yang lebih tinggi seperti menilai gambaran klinis dari pasien, laboratorium dan pemeriksaan tambahan.
5.Kelengkapan
Pencatatan terhadap semua pelayanan yang diberikan, tanggapan bidan, tanggapan pasien, alasan pasien dirawat, kunjungan dokter dan tenaga kesehatan lainnya (7 langkah varney).
6.Kejelasan dan keobjektifan (Irrefutability)
Dokumentasi memerlukan kejelasan dan objektivitas dari data-data yang ada, bukan data samaran yang dapat menimbulkan kerancuan.
7.Rahasia (Confidentiality)
Informasi yang didapat dari pasien didokumentasikan dan petugas wajib menjaga atau melindungi rahasia pasien yang bersangkutan.


PRINSIP-PRINSIP DOKUMENTASI
Ditinjau dari segi isi, dokumentasi harus mengandung nilai administrasi, nilai hukum, nilai keuangan, nilai riset dan nilai edukasi.
1.Nilai administrasi  sebuah dokumentasi harus dapat dijadikan pegangan hukum bagi RS, petugas kesehatan, maupun pasien.
2.Nilai hukum  rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan kebidanan merupakan alat pembelaan yang sah apabila terjadi gugatan.
3.Nilai keuangan  semua kegiatan pelayanan medis dan pelayanan kebidanan akan menggambarkan tinggi rendahnya biaya yang dikeluarkan pasien dan rumah sakit.
4.Nilai riset  data, informasi serta bahan yang dapat dipergunakan sebagai objek penelitian.
5.Nilai edukasi  informasi yang terdapat dalam dokumentasi harus dapat dipergunakan sebagai referensi atau bahan pengajaran sesuai profesi masing-masing, khususnya bidan.

Menurut Carpenito (1991), tiga prinsip yang harus diperhatikan dalam sebuah dokumentasi adalah keakuratan data, keringkasan dan kemudahan untuk dibaca.

Ditinjau dari segi teknik pencatatan, ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kegiatan pendokumentasian, antara lain:
1.Menulisakan nama pasien pada setiap halaman catatan bidan.
2.Hendaknya tulisan mudah dibaca.
3.Dokumentasi segera dilaksanakan setelah dilakukan pengkajian pertama dan selesai melakukan setiap langkah asuhan kebidanan.
4.Apabila memungkinkan kutip semua kalimat atau kata yang diungkapkan oleh pasien.
5.Pastikan kebenaran dari setiap data yang akan ditulis.
6.Bedakan antara informasi yang objektif dan penafsiran.
7.Hindari dokumentasi yang bersifat baku.
8.Hindari penggunaan istilah yang tidak jelas dan pergunakan singkatan yang sudah biasa dipakai dan dapat diterima.
9.Apabila terjadi kesalahan dalam penulisan maka tulisan yang salah tersebut jangan dihapus. Pada tulisan yang salah, coret satu kali, kemudian tulis kata “salah” diatasnya, serta bubuhkan paraf. Selanjutnya tuliskan informasi yang benar.
10.Setiap kegiatan dokumentasi cantumkan waktu (tanggal dan jam), serta tanda tangan dan nama terang.
11.Bila pencatatan bersambung pada halaman berikutnya, bubuhkan tanda tangan dan cantumkan kembali waktu pada bagian halaman berikutnya.

ASPEK LEGAL DALAM DOKUMENTASI
Potter dan Perry (1989 cit Muzdlillah, dkk, 2001) memberikan panduan legal sebagai petunjuk cara mendokumentasikan dengan benar. Panduan legal menurut Potter dan Perry tersebut, antara lain:
1.Jangan menghapus menggunakan tipe-ex atau mencoret tulisan yang salah.
2.Jangan menulis komentar yang bersifat mengkritik klien atau tenaga kesehatan lain.
3.Mengoreksi semua kesalahan sesegera mungkin karena kesalahan menulis dapat diikuti kesalahan tindakan.
4.Mencatat data hanya yang berupa fakta, catatan harus akurat dan dapat dipercaya.
5.Jangan membiarkan bagian kosong pada catatan bidan.
6.Semua catatan harus bias dibaca dan ditulis dengan tinta.
7.Klarifikasi instruksi yang kurang jelas kemudian catan instruksi yang benar.
8.Menulis untuk diri bidan sendiri karena bodan bertanggung jawab atas informasi yang ditulisnya.
9.Menghindari penggunaan tulisan yang bersifat umum seperti “keadaan tidak berubah”.
10.Dokumentasi dimulai dengan waktu dan diakhiri dengan tanda tangan serta titel.

Teknik pencatatan agar sebuah dokumen pelayanan kesehatan memenuhi aspek hukum, menurut Iyer dan Camp (2005), antara lain:
1.Mendokumentasikan secara detail informasi penting yang bersifat klinis.
2.Menandatangani setiap kali menuliskan atau memasukkan data.
3.Tulisan harus jelas dan rapi.
4.Gunakan ejaan dan kata baku serta tata bahasa medis yang tepat dan umum.
5.Gunakan alat tulis yang terlihat jelas, seperti tinta.
6.Gunakan singkatan resmi dalam pendokumentasian.
7.Gunakan pencatatan dengan grafik untuk mencatat tanda vital  memudahkan pemantauan setiap saat dari perkembangan kesehatan pasien.
8.Catat nama pasien di setiap halaman  bertujuan untuk mencegah terselipnya halaman yang salah ke dalam catatan pasien.
9.Berhati-hati ketika mencatat status pasien dengan HIV/AIDS.
10.Hindari menerima instruksi verbal dari dokter melalui telepon kecuali dalam kondisi darurat.
11.Tanyakan apabila ditemukan instruksi yang tidak tepat.
12.Dokumentasi terhadap tindakan atau obat yang tidak diberikan.
13.Catat informasi secara lengkap tentang obat yang diberikan.
14.Catat keadaan alergi obat atau makanan.
15.Catat daerah atau tempat pemberian injeksi.
16.Catat hasil laboratorium yang abnormal.

Beberapa hal yang harus diperhatikan agar dokumentasi dapat diterapkan sebagai aspek legal secara hukum, antara lain:
1.Harus legal atau sah dan disahkan secara hukum
2.Kesalahan atau kerugian individu yang dapat diberikan ganti rugi menurut hukum.
3.Kelalaian atau kegagalan dalam menjalankan perawatan dengan baik dan wajar yang melampauin batas standar asuhan kebidanan.
4.Malpraktik, kelalaian profesi atau kegagalan mematuhi standar asuhan kebidanan.
5.Liabilitas keputusan hukum bahwa seseorang bertanggung jawab atau gugatan pada orang lain dan diwajibkan membayar ganti rugi.

Beberapa situasi yang dapat memberikan kecenderungan pada tuntutan hukum dalam dokumentasi kebidanan, yaitu:
1.Kesalahan administrasi pengobatan.
2.Kelemahan dalam supervisi diagnosis secara adekuat dan penggunaan alat.
3.Kelalaian dalam mengangkat atau mengecek benda asing setelah operasi.
4.Mengakibatkan pasien terluka.
5.Penghentian obat oleh bidan.
6.Tidak memperhatikan teknik aseptik.
7.Tidak mengikuti peraturan dan prosedur yang diharuskan.

Empat elemen kecerobohan yang harus dibuktikan penuntut sebelum tindakan dapat dikenakan sanksi, antara lain:
1.Melalaikan tugas.
2.Tidak memenuhi standar praktik kebidanan.
3.Adanya hubungan sebab akibat yang terjadinya cidera.
4.Kerugian yang aktual.

Senin, 27 September 2010

Suka, Sayang dan Cinta

SUKA adalah hal yang menuntut.
SAYANG adalah hal memberi dan menerima.
CINTA adalah hal yang memberi dengan rela

SUKA adalah kau akan menemaninya bila itu menguntungkan.
SAYANG adalah kau akan menemaninya di saat dia membutuhkan.
CINTA adalah kau akan menemaninya di saat bagaimanapun keadaannya.

SUKA adalah saat ia menangis, kau akan berkata "Sudahlah, jangan menangis".
SAYANG adalah saat ia menangis dan kau akan menangis bersamanya.
CINTA adalah saat ia menangis dan kau akan membiarkannya menangis dipundakmu sambil berkata, "Mari kita selesaikan masalah ini bersama-sama".

Rasa sayang bukan hanya terwakilkan ketika seringnya kita mengucapkan kata "sayang"

MENYIAPKAN OBAT

Menyiapkan obat ampul

a.Persiapan alat
1)Catatan pemberian obat atau kartu obat
2)Ampul obat sesuai resep
3)Spuit dan jarum yang sesuai
4)Jarum steril ekstra (bila perlu)
5)Kapas alkohol
6)Kassa steril
7)Baki obat
8)Gergaji ampul (bila perlu)
9)Label obat
10)Bak spuit
11)Bengkok
b.Beberapa hal yang perlu diperhatikan saat menyiapkan obat dari ampul
1)Pertahankan sterilitas spuit, jarum dan obat ketika mempersiapkan obat dengan menggunakan prinsip steril
2)Buang bekas ampul pada tempat khusus setelah dibungkus dengan kertas tissue
c.Prosedur kerja
1)Cuci tangan
2)Siapkan alat-alat
3)Periksa label obat dengan catatan pemberian obat sesuai dengan prinsip 5 benar yaitu benar nama pasien, benar nama obat, benar dosis obat, benar cara pemberian obat, dan benar waktu pemberian obat
4)Lakukan penghitungan dosis sesuai dengan yang dibutuhkan
5)Pegang ampul dan turunkan cairan di atas leher ampul dengan cara melentikkan jari tangan pada leher ampul beberapa kali atau dengan cara memutar ampul dengan tangan searah jarum jam
6)Letakkan kassa steril diantara ibu jari tangan dengan ampul, kemudian patahkan leher ampul kearah menjauhi tenaga kesehatan dan orang sekitar
7)Buang leher ampul pada tempat khusus
8)Buka penutup jarum spuit, kemudian masukkan jarum ke dalam ampulntepat di bagian tengah ampul
9)Aspirasi sejumlah cairan dari ampul sesuai dengan dosis yang diperlukan
10)Jika terdapat gelembung udara dalam spuit harus dikeluarkan terlebih dahulu
11)Periksa kembali jumlah larutan dalam spuit, bandingkan dengan volume yang dibutuhkan
12)Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat
13)Bila perlu ganti jarum spuit yang baru, jika obat dapat mengiritasi kulit
14)Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
15)Tempatkan spuit dalam bak spuit, kapas alcohol dan kartu obat diatas baki
16)Buang dan simpan kembali peralatan yang diperlukan
17)Cuci tangan

Menyiapkan obat vial
a.Peralatan
1)Catatan pemberian obat atau kartu obat
2)Spuit dan jarum yang sesuai
3)Vial obat sesuai resep
4)Jarum steril ekstra (bila perlu)
5)Kapas alkohol
6)Baki obat
7)Label obat
8)Bak spuit
9)Bengkok
b.Beberapa hal yang harus diperhatikan saat menyiapkan obat dari vial
1)Jika obat perlu dicampurkan, ikuti petunjuk dalam vial
2)Pertahankan kesterilan spuit, jarum dan obat saat menyiapkannya
3)Perlu pencahayaan yang baik saat menyiapkan obat ini
c.Prosedur kerja
1)Cuci tangan
2)Siapkan peralatan
3)Periksa label vial dengan catatan atau kartu obat sesuai prinsip 5 benar
4)Hitung dosis yang diperlukan. Bila perlu rotasikan cairan yang ada dalam vial dengan menggunakan tangan agar tercampur sempurna. Tidak boleh mengocok larutan dalam vial karena dapat menyebabkan larutan menjadi berbuih.
5)Buka segel pada bagian tutup obat tanpa menyentuh bagian karetnya
6)Usap bagian karet tersebut dengan kapas alkohol
7)Buka tutup jarum
8)Masukkan udara ke dalam spuit sesuai dengan jumlah obat yang dibutuhkan
9)Dengan hati-hati masukkan jarum secara tegak lurus tepat di tengah-tengah karet dari vial dan ujung jarum dijaga di atas permukaan obat.
10)Aspirasi sejumlah obat yang diperlukan sesuai dosis dengan menggunakan salah satu metode di bawah ini:
a)Pegang vial menghadap ke atas, gerakkan ujung jarum ke bawah hingga berada pada bagian bawah cairan obat. Kemudian tarik plunger hingga spuit terisi cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan. Hindari untuk menghisap tetes terakhir dari vial.
b)Pegang vial menghadap ke bawah (terbalik), pastikan ujung jarum berada di bawah cairan obat dan secara bertahap aspirasi cairan obat sesuai dengan dosis yang diperlukan.
11)Bila terdapat udara pada bagian atas spuit, maka keluarkan udara yang ada dalam spuit tersebut ke dalam vial
12)Pada saat volume obat dalam spuit sudah tepat, maka cabut jarum dari vial dan tutup jarum dengan penutup jarum
13)Jika masih terdapat gelembung dalam spuit:
a)Pegang spuit secara vertical, dengan jarum menghadap ke atas.
b)Tarik plunger ke bawah dan jentikkan spuit dengan jari.
c)Dorong plunger perlahan ke atas untuk mengeluarkan udara, tetapi jaga agar tidak mengeluarkan larutan.
14)Periksa kembali jumlah larutan yang ada pada spuit, bandingkan dengan volume yang dibutuhkan
15)Bandingkan label obat dengan catatan pemberian obat yang sesuai
16)Ganti jarum spuit yang baru
17)Beri label spuit dengan label obat yang sesuai
18)Tempatkan spuit (dalam bak spuit), kapas alkohol, dan kartu obat di atas baki
19)Buang atau simpan kembali peralatan yang tidak diperlukan
20)Mencuci tangan