Jumat, 09 Oktober 2009

INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA

INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA


A. DEFINISI INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA

Infeksi adalah adanya suatu organisme pada jaringan atau cairan tubuh yang disertai suatu gejala klinis baik lokal maupun sistemik. Infeksi yang muncul selama seseorang tersebut dirawat di rumah sakit dan mulai menunjukkan suatu gejala selama seseorang itu dirawat atau setelah selesai dirawat disebut infeksi nosokomial. Secara umum, pasien yang masuk rumah sakit dan menunjukkan tanda infeksi yang kurang dari 72 jam menunjukkan bahwa masa inkubasi penyakit telah terjadi sebelum pasien masuk rumah sakit dan infeksi yang baru menunjukkan gejala setelah 72 jam pasien berada dirumah sakit baru disebut infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial ini dapat berasal dari dalam tubuh penderita maupun luar tubuh. Infeksi endogen disebabkan oleh mikroorganisme yang semula memang sudah ada didalam tubuh dan berpindah ke tempat baru yang disebut dengan self infection atau auto infection, sementara infeksi eksogen (cross infection) disebabkan oleh mikroorganisme yang berasal dari rumah sakit dan dari satu pasien ke pasien lainnya (Suwarni, 2006). Infeksi Saluran Pernafasan Nosokomial atau PNO adalah infeksi pada pasien rawat inap yang pada saat masuk RS belum terinfeksi atau belum menjalani masa inkubasi penyakit. PNO biasanya terjadi setelah dirawat lebih dari 72 jam. Penyakit ini terutama terjadi pada pasien sakit berat yang tidak mampu menceritakan penyakitnya secara benar dan pada penderita yang penyakit primernya mungkin menutupi atau menyerupai gambaran pneumonia bakteril. PNO ini dapat terjadi di ruang perawatan umum atau di ICU.

B. RANTAI PENYEBARAN INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA

Infeksi nosokomial secara logis memang mudah digambarkan. Pasien yang sedang dirawat di rumah sakit adalah orang yang mengalami gangguan kesehatan. Umumnya daya tahan tubuh pasien menurun sehingga sangat rentan terhadap infeksi. Infeksi nosokomial dimulai dengan penyebab yang ada pada sumber. Kuman keluar dari sumber melalui tempat tertentu, kemudian dengan cara penularan tertentu misalnya melalui alat, lalu masuk ke tempat tertentu di pasien lain. Karena banyak pasien di rumah sakit rentan terhadap infeksi (terutama orang yang mempunyai sistem kekebalan yang lemah), mereka dapat tertular dan jatuh sakit. Selanjutnya, kuman penyakit ini keluar dari pasien tersebut dan meneruskan rantai penularan lagi. Penyebaran infeksi nosokomial pneumonia karena adanya aspirasi oleh organisme ke traktus respiratorius bagian bawah.

Faktor resiko terjadinya infeksi nosokomial pneumonia antara lain adalah tipe dan jenis pernapasan, perokok berat, tidak sterilnya alat-alat bantu, obesitas, kualitas perawatan, penyakit jantung kronis, penyakit paru kronis, beratnya kondisi pasien dan kegagalan organ, tingkat penggunaan antibiotika, penggunaan ventilator dan intubasi serta penurunan kesadaran pasien.

Penyakit yang biasa ditemukan antara lain: respiratory syncytial virus dan influenza. Pada pasien dengan sistem imun yang rendah, pneumonia lebih disebabkan karena Legionella dan Aspergillus. Sedangkan dinegara dengan prevalensi penderita tuberkulosis yang tinggi,

Rumah sakit merupakan suatu tempat dimana orang yang sakit dirawat dan ditempatkan dalam jarak yang sangat dekat. Di tempat ini pasien mendapatkan terapi dan perawatan untuk dapat sembuh. Tetapi di rumah sakit selain untuk mencari kesembuhan juga merupakan pondok dan kumpulan bagi berbagai macam penyakit yang berasal dari penderita maupun dari pengunjung yang berstatus karier. Kuman penyakit ini dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit. Hal ini dapat mengakibatkan semakin mudah terjadinya penyebaran infeksi nosokomial. Infeksi nosokomial akan menimbulkan banyak kerugian, antara lain: lama hari perawatan bertambah panjang, penderitaan bertambah dan biaya perawatan meningkat.

C. ALAT-ALAT PENYEBAB INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA

Infeksi nosokomial pneumonia dapat muncul terutama pada pasien yang menggunakan ventilator, tindakan trakeostomi, intubasi (pemasangan endotrakeal), pemasangan NGT, dan terapi inhalasi (memasukkan obat hirup). Organisme penyebab infeksi nosokomial pneumonia berasal dari bakteri gram negatif seperti Klebsiella dan Pseudomonas. Organisme ini sering berada di mulut, hidung, kerongkongan, dan perut. Sedangkan dari kelompok virus dapat disebabkan oleh cytomegalovirus, influenza virus, adeno virus, para influenza virus, enterovirus dan corona virus.


D. UPAYA PENCEGAHAN PENYEBARAN INFEKSI NOSOKOMIAL PNEUMONIA

Pengobatan yang dilakukan dalam penanganan pneumonia ringan dengan cara diberikan obat per oral dan tetap tinggal di rumah, sedangkan untuk pneumonia berat disertai sesak nafas harus dirawat di Rumah Sakit dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu nafas mekanik (Wikipedia, 2008).

Pencegahan infeksi nosokomial diperlukan suatu rencana yang terintegrasi, monitoring dan program yang termasuk:

  1. Membatasi transmisi organisme dari atau antar pasien dengan cara mencuci tangan dan penggunaan sarung tangan, tindakan septik dan aseptik, sterilisasi dan disinfektan.
  2. Mengontrol resiko penularan dari lingkungan.
  3. Melindungi pasien dengan penggunaan antibiotika yang adekuat, nutrisi yang cukup, dan vaksinasi.
  4. Membatasi resiko infeksi endogen dengan meminimalkan prosedur invasif.
  5. Pengawasan infeksi, identifikasi penyakit dan mengontrol penyebarannya.

Pencegahan penyebaran infeksi nosokomial pneimonia bisa dilakukan dengan beberapa hal, antara lain:

  1. Dekontaminasi tangan

Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga hygiene dari tangan. Tetapi pada kenyataannya, hal ini sulit dilakukan dengan benar. Dekontaminasi tangan sebaiknya dilakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan atau pemeriksaan bukan hanya saat akan melakukan tindakan. Penggunaan sarung tangan juga sangat dianjurkan apabila akan melakukan tindakan atau pemeriksaan pada pasien dengan penyakit-penyakit infeksi, contoh: penggunaan sarung tangan saat melakukan pemeriksaan dahak penderita pneumonia.

  1. Alat yang digunakan di Rumah Sakit

Masker sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara, seperti penularan pneumonia. Tenaga kesehatan harus memperhatikan penggunaan masker dalam lingkungan rumah sakit. Masker yang telah digunakan untuk tindakan pneumonia sebaiknya tidak digunakan untuk menangani tindakan lainnya.

Ventilator, alat-alat trakeostomi, endotrakeal, NGT, dan alat-alat alain yang digunakan dalam melakukan tindakan dan pemeriksaan pneumonia harus di sterilisasi dengan baik. Selain metode sterilisasi yang harus benar, sterilisator yang digunakan juga harus bersih. Pada saat melakukan sterilisasi alat sebaiknya tidak mencampurkan semua alat medis dalam satu wadah atau ruangan. Dianjurkan untuk membungkus alat-alat dalam satu set untuk satu jenis tindakan.

  1. Mencegah penularan dari lingkungan Rumah Sakit

Pembersihan yang rutin sangat penting untuk meyakinkan bahwa rumah sakit sangat bersih dan benar-benar bersih dari debu, minyak dan kotoran atau tissue-tissue yang habis digunakan untuk bersin terlebih oleh penderita pneumonia. Harus ada waktu yang teratur untuk membersihkan dinding, lantai, tempat tidur, pintu, jendela, tirai, kamar mandi dan alat-alat medis yang sering digunakan.

Pengaturan udara yang baik sukar dilakukan di banyak fasilitas kesehatan. Usahakan adanya pemakaian penyaring udara, terutama bagi penderita dengan status imun yang rendah atau bagi penderita yang dapat menyebarkan penyakit melalui udara. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan pneumonia. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien penumonia untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan. Disinfektan akan membunuh kuman dan mencegah penularan antar pasien. Hal ini dilakukan karena dikhawatirkan pasien pneumonia mengeluarkan dahak dan tidak membersihkannya dengan baik.

  1. Memperbaiki ketahanan tubuh

Di dalam tubuh manusia, selain ada bakteri yang patogen ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

  1. Ruang isolasi

Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya pneumonia yang mengakibatkan kontaminasi berat. Selain itu menjaga kebersihan tangan dan makanan serta peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruangan isolasi, tetapi bila terjadi kelebihan pasien dengan jumlah melebihi tempat yang tersedia bisa dilakukan penggabungan pasien selama pasien tersebut menderita penyakit yang sama.

Upaya untuk mencegah infeksi nosokomial pneumonia yang telah dilakukan menunjukkan hasil bahwa pelaksanaan prosedur cuci tangan secara aseptik sebelum melakukan tindakan perawatan invasif hanya 25 % kegiatan dilaksanakan dengan baik, 12,5 % cukup baik dan 62,5 % kurang baik. Pelaksanaan prosedur suctioning 92,1 % kegiatan dilaksanakan dengan baik dan 7,9 % cukup. Pelaksanaan prosedur perawatan endotracheal tube, 75 % kegiatan dilaksanakan baik dan 25 % cukup, dan pelaksanaan prosedur perawatan tracheal tube, hanya 28,6 % kegiatan dilaksanakan dengan baik, 14,3 cukup baik dan 57,1 % kurang baik. Pelaksanaan prosedur perawatan ventilator, 100 % kegiatan dilaksanakan baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar